FIRST NIGHT WITH A PALE HUSBAND



FIRST NIGHT WITH A PALE HUSBAND

"Marry my son, he is disabled because of your actions, no other woman will want him."

----
FIRST NIGHT WITH A PALE HUSBAND

Raras drove the car fast, she was tired of all the betrayals that Divo had committed, not only once did her fiancé betray her, she had forgiven him many times, but this time, it was intolerable anymore, the man impregnated his own secretary. For whatever reason, she would not accept that lecherous man back, was this the man her father had chosen, who was dignified and of noble descent. 

So far Raras has survived, for the sake of family honor, she hasn't told her parents in the least about Divo's depravity, their parents are very close because they have known each other since high school, the engagement has been promised and the wedding is just waiting for the day. 

A surprise on her birthday, a woman who claims to be Divo's secretary, is pregnant and the owner of the fetus is none other than Divo himself. 

Raras hit her steering wheel, she was very angry, not because of jealousy or sadness, there was not the slightest love in her heart for that man, but what this man had done had seriously tarnished her reputation, what the world said, a woman with blue blood seemed to fail to marry because of her fiancéimpregnate another woman. 

Raras drove the car faster and faster, not caring about the swearing of other road users, all he needed was an outlet for his anger, a high cliff and anger to be able to climb it. 

Raras needed an outlet, otherwise she could have killed the man. Raras's car was getting out of control, the road she was on was no longer a big highway, just a paved road that cut through the rice fields, Raras smiled happily, the cliff she was about to conquer was visible from a distance, it was not in vain that she followed her friend's advice to find this place. 

Suddenly Raras was not ready for the bend in front of her, she had not mastered the terrain at all. The car hit a road user who was traveling in the opposite direction, the sound of the car screeching along with the panicked screams of the onlookers, they scattered out of the rice fields, approached the motorbike user who had been blown away from his motorbike. 

A woman wearing shabby and dirty clothes full of mud approached two victims who had fainted. 

"Yes, Allah, this is Vishnu and Mrs. Parmi," screamed a hysterical woman, the others ran for help, the two people were motionless and covered in blood. 

Raras swallowed her saliva with difficulty, she seemed to be deaf when her car window was tapped impatiently from outside. Raras trembled, this was not her outlet, not by killing other people's lives. 

"Get out! or we will burn this car," shouted one resident who was also supported by other residents. Raras's car was shaken vigorously. 

Raras put on her sunglasses, opened the car door, walked out, lowered her face, someone hit her back very hard, she felt sick. 

"You rich people, driving cars around in other people's villages."

A woman grabbed Raras' hair. Raras believed that several strands of her hair had been pulled out of her skin. 

"Stop it!"

An old man with a mustache appeared from behind the crowd. 

"Don't take the law into your own hands! Now let's save Wisnu and Mrs. Parmi first."

The father ordered several people to lift the two bodies into the pick-up truck. 

Raras paled, cold sweat dripping from his temples. 

"I... I'll take responsibility, I promise."

Some people respond with cynical. Raras is now very scared, will she spend the rest of her life in prison after this, what if the two people die, what will she do if the doctor cannot save the two lives. 

Raras never expected her fate to be this unlucky. Wearily, he climbed into his car, which was escorted by several residents behind him. 

Along the way, Raras did not stop praying, so that the two lives could be saved, she promised she would do anything as long as she didn't go to jail. 

Raras wiped her cold sweat, felt her trembling knees, every now and then she heard her car being pelted with earth. 

Raras really regretted his decision to climb the cliff today, if time could be reversed, he would choose Boxing practice until he fainted rather than run into innocent people. 

"Control yourself, Raras!" Raras suggested to himself. 

"Everything will be fine...no need to worry...yes...everything will be fine...."

A few minutes later, they arrived at the hospital, the two victims were brought to the ER to be treated directly. Raras ran to follow the nurse who had prepared a bench. 

Several people were not allowed to enter, only Raras and the man with the mustache were given permission, the emergency room was quite crowded, the hospital did not want other patients to be disturbed. 

"Excuse me, who is the victim's family here?" A girl in blue that Raras thought was an administration staff. 

"I." Race raised his hand. 

"Sorry, Ma'am, there is something that must be filled first."

"Okay." Raras moved quickly and had time to say goodbye to Pak Kumis, who didn't know his name. 

Raras leaned back, she didn't dare to look at her victim directly, she was afraid of the worst that she could get. 

Pak Kumis sat beside Raras. 

"We are both praying, hopefully both are safe."

"Yes, I hope so." Lara rubbed her face. His life is defined today, with two unconscious souls being treated by doctors and nurses. 

"Where are you from, son?" Mr. Kumis broke the silence. 

"I'm from the city."

"You have to be responsible until the end, poor thing for them."

Raras just nodded, what else could he do besides that now. 


MALAM PERTAMA DENGAN SUAMI LUMPUH

"Menikahlah dengan anakku, dia cacat karena perbuatanmu, takkan ada wanita lain yang mau dengannya."

----
MALAM PERTAMA DENGAN SUAMI LUMPUH

Raras memacu mobilnya dengan kencang, dia bosan dengan semua penghianatan yang dilakukan Divo, tidak hanya sekali tunangannya itu menghianatinya, dia sudah memaafkan berulangkali, tapi untuk kali ini, sudah tidak bisa ditoleransi lagi, laki-laki itu menghamili sekretarisnya sendiri. Demi apapun, dia tidak akan menerima pria bejat itu kembali, inikah laki-laki yang dipilihkan ayahnya, yang bermartabat dan keturunan bangsawan.

Sejauh ini Raras bertahan, demi sebuah kehormatan keluarga, tidak sedikit pun dia memberi tahu orang tuanya tentang keboborokan Divo, orang tua mereka sangat dekat karena sudah kenal dari zaman SMA dulu, pertunangan sudah diikrarkan dan pernikahan tinggal menunggu hari. 

Sebuah kejutan di hari ulang tahunnya, seorang wanita yang mengaku sebagai sekretaris Divo, tengah hamil dan pemilik janin itu tak lain adalah Divo sendiri.

Raras memukul stirnya, dia sangat marah, bukan karena cemburu atau pun bersedih, sedikit pun tak ada cinta di hatinya untuk pria itu, tapi apa yang dilakukan pria ini sangat mencoreng reputasinya, apa kata dunia, seorang wanita berdarah biru sepertinya gagal menikah gara-gara tunangannya mengahamili wanita lain.

Raras melajukan mobilnya semakin kencang, tidak peduli dengan umpatan pengguna jalan yang lain, yang dia butuhkan pelampiasan kemarahannya, tebing yang tinggi dan rasa marah untuk bisa memanjatnya.

Raras butuh pelampiasan, kalau tidak, dia bisa saja menghabisi pria itu. Mobil Raras semakin tak terkendali, jalan yang dilewatinya bukan lagi jalan raya yang besar, hanya jalan beraspal yang membelah persawahan, Raras tersenyum senang, tebing yang akan ditaklukkan sudah terlihat dari kejauhan, tidak sia sia dia mengikuti saran temannya untuk menemukan tempat ini.

Tiba-tiba Raras tidak siap dengan tikungan di depannya, dia sama sekali belum menguasai medan. Mobilnya menghantam pengguna jalan yang melaju berlawanan arah, bunyi decit mobil seiring dengan jerit panik warga yang melihat, mereka berhamburan keluar dari sawah, mendekati pengguna motor yang sudah terpental jauh dari motornya.

Seorang wanita memakai pakaian lusuh dan kotor penuh lumpur mendekati dua korban yang pingsan.

"Ya, Allah, ini Wisnu dan Bu Parmi," jerit seorang ibu-ibu histeris, yang lain berlari mencari bantuan, dua orang itu tak bergerak dengan bersimbah darah.

Raras menelan ludahnya susah payah, dia seakan tuli ketika kaca mobilnya diketuk tak sabaran dari luar. Raras gemetar, bukan ini pelampiasannya, bukan dengan cara menghabisi nyawa orang lain.

"Keluar! atau kami akan membakar mobil ini," teriak salah seorang warga yang juga didukung oleh warga lain. Mobil Raras diguncang dengan kuat.

Raras memakai kaca mata hitamnya, membuka pintu mobil berlahan, keluar dengan menundukkan wajah, seseorang memukul punggungnya sangat kuat, dia merasa sakit.

"Dasar orang kaya, membawa mobil seenaknya di kampung orang."

Seorang ibu-ibu menjambak rambut Raras. Raras meyakini beberapa helai rambutnya tercabut dari kulitnya.

"Hentikan itu!" 

Seorang pria tua berkumis muncul dari balik kerumunan.

"Jangan main hakim sendiri! sekarang kita selamatkan dulu Wisnu dan Bu Parmi." 

Sang bapak memerintahkan beberapa orang untuk mengangkat dua tubuh itu ke mobil bak terbuka.

Raras memucat, peluh dingin mengalir dari pelipisnya.

"Sa... saya akan bertanggung jawab, saya berjanji."

Sebagian orang menanggapinya dengan sinis. Raras sekarang sangat takut, apakah setelah ini dia akan menghabiskan sisa hidupnya di penjara, bagaimana kalau kedua orang itu mati, apa yang akan dilakukannya jika dokter tidak bisa menyelamatkan dua nyawa itu.

Raras tak pernah menduga nasibnya akan sesial ini. Dengan lesu, dia menaiki mobilnya yang di kawal beberapa warga di belakangnya.

Sepanjang perjalanan, Raras tidak berhenti berdoa, agar dua nyawa itu bisa selamat, dia berjanji akan melakukan apa saja asalkan dia tidak masuk penjara.

Raras mengusap keringat dinginnya, meraba lututnya yang gemetar, sesekali dia mendengar mobilnya dilempari dengan tanah.

Raras benar-benar menyesali keputusannya untuk memanjat tebing hari ini, andaikan waktu bisa di ulang, dia akan memilih latihan Boxing sampai pingsan daripada menabrak orang yang tak bersalah.

"Kendalikan dirimu, Raras!" Raras mensugesti dirinya.

"Semua akan baik-baik saja... tak perlu dicemaskan... ya... semua akan baik...."

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah sakit, kedua korban dibawa ke UGD supaya ditangani secara langsung. Raras berlari mengikuti perawat yang sudah menyediakan bangkar.

Beberapa orang tidak diperbolehkan masuk, hanya Raras dan bapak berkumis yang diberikan izin, kondisi UGD cukup sesak, pihak rumah sakit tidak mau pasien lain malah terganggu.

"Maaf, siapa keluarga korban di sini?" Seorang gadis berbaju biru yang diperkirakan Raras adalah seorang staff administrasi.

"Saya." Raras mengacungkan tangan.

"Maaf, Mbak, ada yang harus diisi dulu."

"Oke." Raras bergerak cepat dan sempat berpamitan kepada Pak Kumis yang tidak tau namanya.

Raras menyandarkan tubuhnya, dia tidak berani melihat korbannya secara langsung, dia takut kemungkinan terburuk di dapatkannya.

Pak kumis duduk di samping Raras.

"Kita sama-sama berdoa, semoga ke duanya selamat."

"Iya, saya harap begitu." Raras mengusap wajahnya. Hidupnya ditentukan hari ini, dengan dua nyawa yang sedang tak sadarkan diri dan ditangani dokter dan perawat.

"Kamu dari mana, Nak?" Pak Kumis memecah kesunyian.

"Saya dari kota."

"Kamu harus bertanggung jawab sampai akhir, kasihan mereka."

Raras hanya mengangguk, apa lagi yang bisa dilakukannya selain itu sekarang.


Post a Comment

Konsultasi Bidan Kita

Previous Next

نموذج الاتصال