Menkes Sindir Orang Kaya Berobat Dibayari BPJS, Memangnya Salah?

Menkes Sindir Orang Kaya Berobat Dibayari BPJS, Memangnya Salah?

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membeberkan bahwa BPJS Kesehatan selama ini harus menanggung beban pengobatan orang-orang yang tergolong kaya, bahkan ada di antaranya yang termasuk golongan konglomerat alias orang superkaya. Budi curiga banyak pengeluaran klaim berobat yang nominalnya relatif besar justru datang dari peserta dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas. 

Menurutnya, peserta BPJS Kesehatan dari golongan masyarakat kaya seharusnya tidak bergantung banyak pada pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut. Sebagai gantinya, orang kaya seharusnya mengombinasikan iuran jaminan sosial BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta untuk mengobati penyakit. 

"Saya dengar, sering kali orang-orang yang dibayar besar (dari klaim BPJS Kesehatan) itu banyaknya, mohon maaf kadang konglomerat, orang-orang ini juga (peserta dari orang kaya)," ucap Budi dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkes yang disiarkan secara virtual, dikutip pada Kamis (24/11/2022). Untuk membuktikan kecurigaannya, Budi berjanji akan mengecek data 1.000 orang dengan tagihan biaya perawatan kesehatan BPJS Kesehatan paling tinggi. 

Setelah itu, ia akan mengukur kekayaan 1.000 orang itu melalui besaran volt ampere (VA) listrik yang dikonsumsi. Menurutnya, jika peserta BPJS Kesehatan tersebut memiliki besar VA di atas 6.600, maka ia tergolong ke dalam masyarakat yang mampu alias kaya. "Saya sendiri nanti mau ngomong sama Pak Ghufron (Direktur Utama BPJS Kesehatan), saya mau lihat 1.000 orang yang expense-nya di BPJS, saya mau tarik datanya," kata mantan Dirut Bank Mandiri itu. 

Sejatinya, jika merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 211 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU JKN), tak ada yang dilanggar dalam kasus orang kaya menggunakan layanan berobat gratis dari BPJS Kesehatan. Sah-sah saja apabila orang kaya ingin berobat menggunakan BPJS Kesehatan selama tercatat sebagai peserta dan rutin membayar premi atau iuran. 

Sebagai asuransi kesehatan yang disediakan pemerintah, BPJS Kesehatan menganut sistem universal health coverage, di mana setiap penduduk yang menjadi peserta bisa mengakses layanan kesehatan. "BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya," bunyi Pasal 3 UU JKN. 

Sementara di Pasal 4 dijelaskan, dalam penyelenggaraannya, BPJS Kesehatan menganut prinsip gotong-royong, tidak mengejar keuntungan, keterbukaan, dan akuntabilitas. Berbeda dengan asuransi kesehatan swasta, kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib untuk seluruh penduduk Indonesia, termasuk warga asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia. 

Lantaran wajib untuk semua penduduk Indonesia, kepesertaan BPJS Kesehatan bahkan menjadi syarat mengurus berbagai pelayanan publik, termasuk permohonan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK). Hal tersebut sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tertanggal 6 Januari 2022. 

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan siapa pun berhak mendapatkan layanan berobat dengan menggunakan BPJS Kesehatan, tidak memandang kaya atau miskin. "Siapa pun warga berhak mendapatkan layanan BPJS Kesehatan. Perkara dobel (pakai asuransi swasta) ya tidak masalah," kata Tulus. Selain tak melanggar aturan, pilihan orang-orang dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas menggunakan BPJS Kesehatan juga tidak melanggar secara etika. "Yah tidak masalah (orang kaya pakai BPJS Kesehatan). Sudah bayar (iuran), jadi peserta. Terserah apakah mau lebih baik lagi (pelayanannya) ya pakai (asuransi) swasta," ujar Tulus.

Post a Comment

Konsultasi Bidan Kita