Suami Pergi Selamanya, Kisah Fitri, 3 Bulan Menikah, Hamil 2 Bulan

Suami Pergi Selamanya, Kisah Fitri, 3 Bulan Menikah, Hamil 2 Bulan
Rohmatul Ula Fitria (kiri) bersama ibunya yang hingga kini masih berduka atas kepergian Hermawan Efendi.

 -Sejak gas air mata itu dilepaskan polisi ke Stadion Kanjuruhan, Hermawan Efendi mengeluh sakit di tenggorokan. Mata terasa perih, lama-lama badan pun panas dingin. Lima hari setelah melawan rasa sakit, suami Rohmatul Ula Fitria itu pun “pergi” untuk selamanya.

Sepekan terakhir masih terasa sangat berat bagi Rohmatul Ula Fitria. Pada momen-momen bahagia karena bakal mendapat momongan, perempuan 23 tahun itu justru kehilangan suami tercinta, Hermawan Efendi, untuk selamanya.

Bayangan bisa melahirkan anak pertama dengan didampingi pria pujaan hati benar-benar sirna.

Itu sebabnya, Fitri masih kerap meneteskan air mata meski suaminya telah meninggal tujuh hari lalu. “Suami saya itu orangnya kuat. Diajak berobat tidak pernah mau. Selalu bilang sehat,” kata perempuan yang kini hamil dua bulan itu.

Fitri lantas bercerita, pernikahannya dengan Hermawan baru berusia sekitar 3 bulan. Keduanya resmi naik ke pelaminan pada 9 Juli 2022. Setelah menikah, pasutri itu tinggal di Desa Sindurejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang.

Pada 1 Oktober lalu, Hermawan pamit kepada Fitri untuk menonton pertandingan Arema FC kontra Persebaya di Stadion Kanjuruhan. Fitri pun tidak khawatir lantaran diberitahu bahwa di stadion itu hanya ada Aremania.

Tidak ada Bonek yang merupakan pendukung fanatik Persebaya. Pada saat terjadi kericuhan, Fitri juga masih sempat menelepon Hermawan. Waktu itu hatinya masih tetap tenang lantaran sang suami mengabarkan kondisinya baik-baik saja. Malah bisa membantu para penonton lain yang terluka akibat gas air mata maupun berdesak-desakan.

Begitu pun saat Hermawan sudah sampai di rumah. Hanya mengeluh matanya perih dan tenggorokan yang sedikit sakit. Baru pada tanggal 3 Oktober 2022, wajah pria berusia 24 tahun itu tampak memucat. Tenggorokannya semakin sakit, suhu tubuhnya pun meninggi alias demam.

Ibunda Fitri yang mulai khawatir meminta menantunya itu pergi ke dokter. Namun Hermawan menolak. Dia memilih berobat di dalam rumah sambil terus beraktivitas menjaga toko. Hingga pada 5 Oktober 2022, sakit yang dirasakan Hermawan semakin parah. Demam tinggi disertai batuk, sampai-sampai tidak bisa tidur semalaman.

“Saat itu saya sudah sangat khawatir karena kondisi suami semakin parah. Tapi dia tetap pura-pura tegar,” kata Fitri.

Kamis pagi, 6 Oktober 2022, Hermawan mengatakan ingin tetap istirahat karena semalam tak bisa tidur. Fitri pun menuruti keinginan suaminya itu. Membiarkan Hermawan memejamkan mata agar kondisinya membaik. Namun hingga siang hari, suaminya itu tak kunjung bangun.

Fitri sudah berinisiatif membangunkan suaminya, namun tidak berhasil. Keluarga itu pun panik. Apalagi di luar hujan turun sangat deras. Untuk mengangkat dan membawa Hermawan ke fasilitas kesehatan, Fitri dan ibunya jelas tidak kuat.

“Ibu sudah berteriak minta tolong, tapi tidak ada yang datang. Akhirnya ibu menerobos hujan meminta bantuan tetangga,” kata dia.

Pukul 13.00 siang, Hermawan akhirnya bisa dibawa ke puskesmas. Namun nyawanya sudah tidak bisa diselamatkan. Fitri menduga suaminya itu sudah meninggal sejak di rumah.

“Pikiran saya saat itu, suami harus hidup. Makanya dibawa ke puskesmas dalam kondisi apa pun,” kenang Fitri sambil mengusap air mata.

Bagi Fitri, kehilangan suami merupakan cobaan yang sangat berat. Apalagi, setahun yang lalu sang ayah juga pergi untuk selamanya. Di rumah itu, Hermawan sudah menjadi kepala keluarga yang memberi perlindungan dan tempat bagi Fitri dan Ibunya untuk berkeluh kesah.

Yang juga membuat Fitri semakin bersedih, selama ini suaminya adalah orang sehat. Tidak mempunyai riwayat penyakit membahayakan. Seandainya aparat pengamanan tidak menembakkan gas air mata ke arah tribun yang penuh dengan penonton, Fitri membayangkan suaminya pasti masih hidup.

Kepada Fitri mengatakan belum mendapatkan bantuan seperti yang dijanjikan Pemerintah Provinsi Jatim maupun Pemerintah Kabupaten Malang.

Petugas pendataan beberapa hari lalu memang datang untuk meminta KTP dan Kartu Keluarga. Namun Fitri hanya bisa menyerahkan KTP. Dia belum memiliki Kartu Keluarga lantaran terhitung baru menikah.

“Waktu hendak menjemput jenazah suami dari rumah sakit, kami tidak boleh membawa kendaraan sendiri. Kata nya akan diantar menggunakan ambulans. Tapi setelah ambulans datang, katanya hanya boleh dipakai untuk pasien rujukan, Akhirnya kami sewa mobil Rp 300 ribu untuk membawa jenazah suami pulang,” terang Fitri.

Kini, Fitri hanya bisa berharap aparat keamanan bisa menjadi petugas yang benar. Tidak gegabah yang berisiko memakan banyak korban. “Tolong lain kali kalau bertugas yang benar. Jangan sembarangan,” tutup dia.

Source: JAWAPOS

Post a Comment

Konsultasi Bidan Kita