Ketika Aku Harus Memilih 2 Opsi Melahirkan Normal (VBAC) Atau Operasi Caesar Kembali (OCK)


Ketika Aku Harus Memilih 2 Opsi Melahirkan Normal (VBAC) Atau Operasi (Caesar Kembali)


Izinkan saya menarik nafas sedalam-dalamnya lebih dahulu, sebelum mulai menulis... Bohong kalau saya bilang tidak takut. Ada begitu banyak pertimbangan, sebelum pada akhirnya menggenapkan yakin bahwa mengupayakan persalinan pervaginam pasca caesar pada kehamilan sebelumnya adalah pilihan yang logis. Dan aman. Berkunjung ke tiga dokter spesialis kandungan, baik Surabaya, Sidoarjo, maupun Malang, saya dapati jawaban, macam macam.


Peluang untuk melahirkan normal 70%, jika melihat kondisi Ibu pada kehamilan usia 7 bulan ini. Volume air ketuban cukup. Posisi plasenta tidak menutup jalan lahir (sebagaimana pada kehamilan pertama). Kepala janin juga sudah di bawah. 30% sisanya tergantung kondisi pada saat persalinan nanti. Atau...Bisa, kalau mau mencoba. Saya siap mendampingi, tapi... ada tiga syarat yang harus dipenuhi:


1. Berat adik tidak lebih dari 3 kg, sebab makin besar semakin berisiko


2. Tanggal persalinan tidak melebihi hari perkiraan lahir (40 pekan usia kandungan)


3. Apabila terjadi resiko rahim robek, lalu adik tidak terselamatkan, mohon bersedia menandatangi surat pernyataan sejak awal

bahwa pilihan persalinan normal datang dari Ibu sendiri. 


Juga jawaban paling menawan hati, macam macam daripada ambil risiko rahim robek, adik tidak terselamatkan, pada akhirnya tetap harus operasi, kenapa tidak menjadwalkan saja sekalian 2 minggu sebelum HPL untuk section lagi. Toh organ dan bobot adik sudah siap, kalau mau dilahirkan sekarang.


Jawaban terakhir kami dapati pada 37 pekan usia kandungan, kontrol terakhir yang sengaja kami pilih untuk melihat kondisi terakhir si kecil sebelum benar-benar menentukan pilihan. Jawaban yang kami terima ketika hasil kontrol menunjukkan:


Posisi si kecil bagus. Kepala sudah di bawah, meski janin belum turun ke panggul. Bobotnya 3 kg. Ketebalan SBR (segmen bawah rahim) 4 mm. Dimana sebagian dokter mensyaratkan 2.5 mm, lainnya 3, bahkan ada yang 5 mm. Namun satu dokter menyebut, SBR bukan jaminan untuk menghindari risiko (bekas jahitan dalam) rahim robek. Sebab lebih bergantung pada 'elastisitas'-nya. Malam itu, dalam perjalanan pulang, pondasi keyakinan yang sejak awal saya bangun bata demi bata, seolah sanggup runtuh dalam waktu sekedip mata. Suami, yang sejak awal menyampaikan keraguannya karena ingin menyiapkan yang terbaik untuk saya, saya kira akan berusaha keras membuat saya memilih opsi teraman. Meleset. Sebab malam itu, justru dia yang berpuluh kali lebih yakin dari saya. Ketimbang sebelumnya... Katanya, sembari menggenggam tangan saya. Erat.


"Kita sudah sejauh ini melangkah. Meyakinkan keluarga besar bahwa ini pilihan terbaik yang membuat Ibu merasa nyaman. Kita bahkan sudah tahu sama tahu risikonya. Sejak awal. Jadi kenapa harus mundur? Kenapa justru ragu? Pilihannya sekarang, mantapkan dan berserah. Allah bersama kita..." Lepas lelah menangis dan berdoa, keesokan siangnya, saya mengirim pesan singkat ke bidan yang menjadi jujugan kami untuk mewujudkan opsi VBAC. Bidan yang berjarak lebih dari 93 km dari tempat kami tinggal. "Terakhir kontrol kemarin, posisi si kecil bagus. Meski belum turun ke bawah. Bobotnya sudah 3 kg πŸ˜Š


Ketebalan SBR 4 mm. Saya pribadi tidak ada keluhan selama hamil. Alhamdulillah, kaki tidak bengkak, dan kondisi lain pada umumnya normal. Jadi terlalu banyak alasan untuk optimis berhasil vbac, sementara penawaran 'caesar kembali' atas nama 'keamanan dan keselamatan bersama' juga belum henti mengalir.


Bismillah, kami percaya niat baik akan dipermudah oleh Gusti Allah. Ingin memberikan yang terbaik untuk si kecil, melalui proses yang menyenangkan dan menenangkan, sekaligus aman, dengan dukungan penuh dari keluarga dan Bu Bidan." Demikian bunyi pesan singkat yang saya kirim via WhatsApp malam itu.


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); Saya bukan alergi operasi sectio caesarian. Hanya saja, setelah melakukan persalinan pertama tanpa pilihan opsi karena placenta previa totalis, rasanya belum lengkap jika pada persalinan kedua, ketika pilihan tersedia untuk saya, saya lantas tidak memilih. Dan saya memilih bersalin secara normal, kali ini, ketika tidak ada indikasi medis yang mewajibkan saya untuk menjalani operasi caesar untuk kedua kalinya.


Butuh waktu cukup lama untuk menyamakan frekuensi dengan keluarga besar perihal pilihan ini. Khususnya kedua orang tua saya. Mereka seolah saya hadapkan pada pilihan hidup dan mati, ketika pertama kali saya mengenalkan konsep persalinan pervaginam pasca operasi, risiko, dan tingkat keberhasilannya. Mereka bukan tidak mendukung saya untuk bersalin secara normal. Hanya saja... memilih bersalin di bidan, sementara kedua kakak kembar saya yang terlahir prematur pada usia kandungan 7 bulan dari rahim Ibu saya, meninggal dunia dalam usia 1 hari, rupanya cukup membekas begitu dalam di benak Bapak, karena... terlahir dengan bantuan Bidan. Saya sangat bisa memahami kekhawatiran Bapak. Namun membandingkan apple to apple, tentu juga kurang adil. Sebab penanganan pasca persalinan juga sama pentingnya. Maka saya sampaikan kepada mereka, khususnya Bapak, bahwa pilihan ini tentu juga dilengkapi dengan opsi Rumah Sakit rujukan jika terjadi hal di luar kendali saat proses persalinan normal itu berlangsung, selain kelengkapan alat kesehatan dan kesigapan dari tim bidan yang kami percaya.


Alhamdulillah, setelah proses yang begitu panjang, di sela aktivitas dan rutinitas kerja yang juga tak mungkin saya tinggalkan, Bapak Ibuku dan Suamiku tercinta❤ teryakinkan pilihanku melahirkan secara normal (VBAC) dengan selamat


Dan di sanalah saya hari itu. Di Rumah Bidan Rina. Provider yang kami pilih dan percaya untuk mendukung persalinan normal yang saya impikan, lepas caesar. Setelah sebelumnya, pada 13 Agustus, kami intens berkirim pesan cinta.

Saya (13/08/2017; 06.46)


"Bu Bidan, selamat pagi, Assalamualaikum...
Cuma mau update, jam 1 dini hari tadi keluar lendir disertai darah. Nggak banyak, tapi cukup signifikan buat bikin saya deg-deg hepi bersiap menyambut tahap berikutnya. Semoga dalam waktu terbaik segera, dan dimudahkan oleh Allah, segala prosesnya. Sampai si kecil lahir dengan sehat selamat lahir batin. Aamiin Allahumma Aamiin...


Pesan Saya. saya tadinya nyantai ajah, tetapi suami 'maksa' ngabarin Bu Bidan. Biar sama sama nyaman, katanya. Hahaha..."

Bidan Rina (13/08/2017; 06.47)
"Waalaikumsalam. Alhamdullilah.
Yey. Bismillah ya mbak. Buat jalan jalan sambil ngejus nanas."


Setelah menikmati gelombang cinta tanpa putus setiap 5 menitnya sejak pukul 02.55 keesokan harinya, pukul 05.00 saya putuskan bergegas ke Rumah Bidan Yulis Indriana. Sudah sejak 3 hari sebelumnya, dengan pertimbangan mendekati Hari Perkiraan Lahir (HPL) kami sekeluarga menuju ke Malang, guna persiapan persalinan.

Malang, sebab setelah berkeliling ke beberapa tempat dan berkonsultasi dengan beberapa provider layanan persalinan di Surabaya dan Sidoarjo, kami dapati bahwa pilihan untuk melakoni Vaginal Birth After Ceasarian (VBAC) atau persalinan normal lepas operasi caesar pada kehamilan sebelumnya, begitu kuat. Dan kenyamanan itu justru datang ketika pada satu sore, di tengah hujan yang demikian deras, kami menembus macetnya Surabaya-Malang untuk berkenalan dan berbincang dengan Bidan Rina di rumahnya. Suami dan kedua orang tua yang sempat ragu, pada akhirnya memberikan kelapangan seluas-luasnya untuk saya memilih, teriring doa dan support tanpa henti.


Dan di sinilah saya hari itu. 14 Agustus 2017. Karena suami dan Chandrika Larasati, terlanjur kembali ke Surabaya untuk jadwal kerja dan sekolah pada Senin pagi. Pukul 06.00 berteman kontraksi setiap 5 menit sekali, saya melajukan kendaraan seorang diri. Adik ipar khawatir betul dengan kondisi saya dan terus menawarkan diri untuk mengantar, dengan canda, "Mbak ini mau lahiran lho, Mbak... bukan camping...". Sedang saya mana tega, melihatnya sejak malam sebelumnya kurang istirahat karena putra tercintanya juga kurang enak badan.

Pukul 06.00 tiba, observasi perdana dan sudah bukaan 3. Gelombang cintanya masih tanpa putus silih berganti. Yang semula tiap 5 menit menjadi 3 menit sekali.


Pukul 11.05, di tengah nikmat kontraksi yang luar biasa, datang mengetuk pintu, pria yang sejak Subuh berkomunikasi dengan saya melalui WhatsApp dan bergegas menempuh Surabaya-Malang bersama putri pertama kami, dan Ibu mertua. Pria yang padahal baru tiba di Surabaya tengah malam, dan esok paginya sesegera mungkin meluncur balik ke Malang begitu dengar kabar. Pria yang sejak 27 Oktober 2012 berjanji akan bertanggung jawab atas hidup saya sepenuhnya, hingga maut memisahkan kami. Pria yang selanjutnya saya genggam seerat mungkin setiap kali gelombang kontraksi itu datang silih berganti dengan nikmat tiada peri. Pria itu, andalan saya, kesayangan kami.

Lepas Dzuhur, prosedur pemeriksaan mendapati bukaan sudah pada angka 4 menuju 5. Makin intens, dengan citarasa yang kian menyeluruh di sekitar pinggang-pinggul ke bawah, pukul 15.30 bukaan 7, tepat Maghrib beralih lengkap sempurna. Sepuluh. Dan mohon jangan tanya seberapa nikmatnya.


Waktunya saya bergeser ke kamar bersalin. Dan... atas dukungan tim bidan yang luar biasa telaten plus ekstra sabar, serta pendampingan suami sejak siang setibanya dari Surabaya, tepat pukul 21.09, gadis mungil itu menyapa dunia dengan keberanian utuh.

Lintang Diyanti, sang Bintang berhati Matahari.

Dengan bobot 3.3 kg, tinggi 53 cm, pada usia kandungan 39 pekan, putri kedua kami lahir ke dunia pada hari Senin, 14 Agustus 2017 pukul 21.09 WIB, di Rumah Bidan Rina, Malang.


Dan momen luar biasa ini tak mungkin bisa terjadi kalau bukan atas kehendak Allah yang Maha Kuasa, doa baik yang mengalir dari semua sahabat-kerabat-kolega, dukungan tim Bidan yang menguatkan di setiap ritmenya (Bidan Rina, Mbak Etis, Mbak Restu, dan Mbak Hilma), juga keluarga terkasih, yang mengizinkan impian ini mewujud, dengan cara terbaik yang mampu kami upayakan. Terima kasih saja, tak akan pernah cukup.


Pada akhirnya, Tuhan menunjukkan kepada kami. Keselamatan datang beriringan dengan keberanian yang disiapkan matang. Atas perkenanNya. Alhamdulillah.. Pesan Terima kasih Mbak Chichi Syafralia, untuk berkenan berbagi info bidan dengan pengalaman persalinan normal dan VBAC yang super recommended.


NB:

VBAC = Vaginal Birth After Ceasarian

HPL = Hari Perkiraan Lahir

OCK = Operasi Caesar Kembali


Sumber Inspirasi:

Kami yang penuh syukur dan bahagia,
Bapak Dimas Wahyu Nugroho
Ibu Rizqiani Putri
juga Kakak Chandrika Larasati

#newbornbaby #vbac #rumahbidanrina


....



Post a Comment

Konsultasi Bidan Kita