- Kanker leher rahim atau lebih dikenal dengan kanker serviks saat ini menjadi penyebab kematian perempuan nomor dua di dunia setelah penyakit jantung koroner. Namun, dalam kurun waktu setahun ke depan diprediksi kanker leher rahim akan menjadi penyebab kematian wanita nomor satu, jika tidak dilakukan upaya deteksi dini dan pengobatannya. Saat ini, setiap dua menit seorang perempuan meninggal dunia akibat kanker serviks.
Khusus di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian. Terkait hal ini, Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) terus melakukan sosialisasi dalam rangka eradikasi kanker serviks melalui program vaksinasi HPV nasional.
Ketua Umum Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia, Prof. Andrijono, Sp.OG(K) menjelaskan, hasil penelitian yang dilakukan RSCM menunjukkan untuk setiap 1.000 orang yang menjalani skrining kanker serviks, ditemukan 1 penderita. Angka ini tidak jauh berbeda dengan data dari Subdit Kanker Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, di mana insiden suspek kanker leher rahim adalah 1,3 per 1000 penduduk.
Sayangnya program deteksi dini kanker serviks melalui Papsmear maupun inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) belum maksimal. Sejak disosialisasikan tahun 2007 dengan sampai tahun 2016 baru sekitar 1,5 juta perempuan usia 30-50 tahun yang menjalani skrining kanker serviks (bersama kanker payudara) dari target 37 juta perempuan usia 30-50 tahun. Cakupan skrining IVA hanya 3,5% dan papsmear 7,5%.
Alhasil kebanyakan kanker serviks terdeteksi di stadium lanjut. Data terbaru tahun 2016 di RSCM, seperti dituturkan Prof. Andrijono yang juga menjadi staf di Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM ini, menunjukkan 82,3% pasien kanker serviks yang berobat di rumah sakit rujukan nasional tersebut datang di stadium lanjut. Kanker serviks stadium lanjut memiliki prognosis sangat buruk karena mudah menyebar ke hampir semua organ yang ada di panggul dan sangat jelek merespon pengobatan. Akibatnya angka kesintasan sangat rendah yakni hanya 14% yang bertahan hidup selama 1 tahun, 6% bertahan hidup sampai tahun ke-2 sejak terdiagnosis, dan 0% (tidak ada) yang mampu bertahan hidup sampai tahun ke-5.
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegahnya? Mengingat sebagian besar kanker serviks disebabkan infeksi Human Papilloma Virus (HPV), maka vaksinasi menurut Prof. Andrijono, adalah langkah paling efektif dan aman mencegah kanker serviks. Berkaca dari pengalaman di Amerika Serikat dan Australia yang sudah menjalankan program vaksinasi HPV nasional sejak 10 tahun lalu, di mana saat ini insiden kanker serviks di dua negara tersebut menurun signifikan, sampai 75%.
Program vaksinasi HPV sejak tahun lalu sudah dilakukan di Pemrov DKI Jakarta di mana cakupannya mencapai 93%. Setidaknya 70.000 siswa Sekolah Dasar perempuan di DKI Jakarta sudah divaksin HPV. “Angka tadi menunjukkan respon masyarakat bagus. Ada sekolah yang tadinya menolak program vaksin HPV yang justru kemudian meminta. Tahun ini menyusul program serupa di Surabaya dan Yogyakarta dan tahun depan di Makasar dan Manado. Jadi programnya masih mengandalkan kemauan dinas kesehatan pemerintah daerah setempat. Kita berupaya supaya program vaksinasi nasional dipercepat,” ujar Andrijono.
Vaksin menyelamatkan perempuan dan anak-anak Indonesia
HOGI mendorong vaksinasi HPV nasional segara menjadi program nasional untuk menyelamatkan jutaan perempuan di Indonesia. Kematian seorang perempuan usia produktif akibat kanker serviks akan berdampak pada keluarganya terutama anak-anaknya, karena perempuan memiliki posisi yang amat penting di keluarga.
Perempuan Indonesia rentan terkena kanker leher rahim salah satunya akibat pernikahan usia muda. Data Riskesdas 2013 menunjukkan ada 49% perempuan menikah di bawah usia 19 tahun. Hubungan seksual di usia muda rentan menimbulkan infeksi HPV di leher rahim dan berpeluang berkembang menjadi kanker apalagi jika daya tahan tubuh rendah.
Ada anggapan yang salah di masyarakat di mana kanker serviks hanya disebabkan oleh seks bebas atau berganti-ganti pasangan. “Ini tidak sepenuhnya benar. Siapapun dapat terkena kanker serviks karena virus ditularkan dari kulit ke kulit, tidak hanya melalui kontak hubungan seksual tetapi juga melalui tangan yang terkontaminasi,” jelas Andrijono.
Vaksin diberikan pada anak perempuan mulai usia 10 tahun (kelas 5 SD) dan suntikan ulangan diberikan setahun kemudian. Usia ini dianggap tepat karena sistem imun sudah berkembang dan sangat baik merespon vaksinasi. Vaksin HPV dapat memberikan perlindungan sampai 15 tahun, dengan efek samping hanya bersifat lokal berupa nyeri di lokasi suntikan.
Keuntungan lain vaksin HPV tidak hanya mencegah kanker serviks saja melainkan dapat mencegah kanker yang juga disebabkan HPV seperti kanker vagina, kanker vulva, kanker anus, kanker mulut, kanker lidah, dan kanker tenggorokan.
HOGI pada tanggal 3 Maret 2017 lalu melakukan sosialisasi program KICKS yakni ‘Koalisi Indonesia Cegah Kanker Serviks’ ke pemerintah
Presiden Joko Widodo dan diterima Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.
Tema kampanye KICKS adalah ‘Melangkah Bersama Cegah Kanker Serviks’ setidaknya dengan tiga langkah. Pertama, memberi dukungan kepada program penatalaksanaan (skrining abnormal) dan vaksinasi HPV (BIAS). Kedua, memperluas jangkauan dan partisipasi dari perkumpulan medis dan non-medis dalam usaha melawan kanker serviks, terutama pemberian vaksin HPV. Dan ketiga, mengkoordinir gerakan serta kegiatan pencegahan HPV dan kanker serviks, termasuk vaksinasi.
Teten Masduki mendukung penuh program pemberantasan kanker serviks. “Kita harus membangun kesadaran masyarakat melakukan pemeriksaan dini dan pencegahan yang selama ini terhitung amat rendah. Upaya ini efektif dengan melibatkan kerja bareng pemerintah, swasta, dan sekolah,” kata Teten.
Nantinya, program ini akan bekerjasama dengan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja (OASE KK) dan Ibu Negara Iriana Jokowi. “Kami berharap ada endorsement untuk mempercepat masuknya vaksin HPV ke program vaksinasi nasional, mengingat vaksin HPV sudah masuk ke dalam program BIAS dan telah diproduksi di Indonesia,” kata Andrijono.
HOGI juga berharap, Ibu Negara dan OASE KK dapat ‘merangsang’ ibu-ibu Kepala Daerah untuk mewujudkan terselenggaranya program vaksinasi HPV di daerah masing-masing. “Dan pada ujungnya, dapat memperkuat kesuksesan program skrining dan vaksinasi HPV secara nasional,” jelasnya.
Program nasional vaksin HPV sangat mungkin mengingat Biofarma sudah mampu memproduksi vaksin HPV untuk kebutuhan dalam negeri dengan harga yang murah, hanya 20% dari harga sebelumnya atau sekitar 150 ribu rupiah per suntikan. Jika ada 2 juta anak perempuan usia 10 tahun di Indonesia, maka hanya dibutuhkan sekitar 600 milyar untuk program nasional vaksin HPV. “Kami menargetkan 75 ribu vaksin dapat didistribusikan, dalam kerja sama pemerintah, HOGI dan Biofarma sebagai produsen vaksin,” kata Prof. Andrijono.
Sumber : Info
our midwife,midwife,healthy,
1 Perempuan
Akibat
Inilah Pencegahannya
Kanker Serviks
Meninggal Dunia
Setiap 2 Menit