TERNYATA MASIH BANYAK ORANG TUA YANG PANIK, BINGUNG TIDAK TAHU BAGAIMANA CARANYA MENGAHADAPI ANAKNYA YG MENANGIS DAN MENGAMUK UNTUK MEMAKSAKAN KEINGINANNYA ?

TERNYATA MASIH BANYAK ORANG TUA YANG PANIK, BINGUNG TIDAK TAHU BAGAIMANA CARANYA MENGAHADAPI ANAKNYA YG MENANGIS DAN MENGAMUK UNTUK MEMAKSAKAN KEINGINANNYA...?



Mungkin tips ini bisa membantu

Silahkan di baca perlahan-lahan dan dipraktekkan....

Bagaimana mengatasi anak yang menjadikan tangisan sebagai senjata untuk mendapatkan keinginannya?

Ayah dan Bunda yang bijaksana,

Ketika anak menggunakan ta­ngisan untuk bisa memperoleh apa yang diinginkannya dan berhasil maka pada kesempatan berikut, ia akan mengulanginya. Jika orang­ tua tidak mencoba menghentikannya, bukan tidak mungkin hal ini akan berulang terus­menerus, bahkan semakin menjadi karena disertai perlawanan yang lebih keras lagi.

Saat keinginan anak belum bisa Ayah­Bunda penuhi, katakan­ lah baik­baik bahwa untuk saat ini Anda belum bisa memenuhi keinginannya. Kalau memang keinginannya masuk akal, tetapi Anda belum bisa mengabulkannya, jelaskan kapan Ayah dan Bunda bisa memenuhinya.
Biasanya respons anak adalah menolak dan menangis.

Tidak mengapa, tetaplah tenang dan tidak terpancing akan ulahnya. Kata­ kanlah, “Nak, Ayah belum bisa memenuhi kemauanmu sekarang. Kalau kamu masih mau menangis, silakan, Nak. Ayah akan tunggu sampai kamu selesai menangis, ya.”

Tetaplah konsisten pada pendirian Ayah dan Bunda.
Jangan lekas luluh akan tangisannya, kemudian menuruti kehendak anak.

Dan, semangatilah anak dengan mengatakan, “Ayah tahu kamu anak baik, nanti kalau sudah selesai menangis, bilang sama Ayah ya ....”

Setelah itu, diam dan cool saja jangan berbuat apa-apa dan jangan terpancing untuk banyak bicara. TETAP DIAM.

Banyak orangtua susah menerapkan teknik ini. Mereka berpikir alangkah kejamnya hati orangtua kalau membiarkan anaknya me­ nangis dan mengamuk seperti itu.

Padahal, inilah yang dimaksud dengan ketegasan dan konsistensi. Bukan berarti tidak sayang atau tidak peduli.

Dengan bersikap tegas dan konsisten, lama­ kelamaan anak menyadari bahwa senjata tangis dan amarahnya tak mempan lagi digunakan dan bisa diajak kompromi.

Sekali kita berhasil melakukannya, anak akan belajar dari konsistensi ucapan orangtua dan berhenti untuk memaksakan kehendaknya.

(berhenti membaca sejenak tolong renungkan dan ingat hal ini baik-baik)

(lanjutkan.... membaca)

Kalau sudah tenang dari tangis atau amarahnya, biasanya se­orang anak memberikan sinyal­-sinyal perdamaian untuk berkomu­nikasi kembali dengan orangtuanya. (semical melirik kita, menyentuh celana kita, mendekat atau menempelkan tangannya dll beda anak beda cara)

Jika sudah terlihat tanda­tanda itu, segeralah sambut dengan positif, misalnya memberi pelukan dan mengatakan bahwa ia memang anak hebat dan baik. Dengan cara ini, Ayah dan Bunda telah mengajari anak untuk mengen­ dalikan diri dan anak bisa memahami mana perilaku yang baik dan kurang baik.

Dan sebagai orangtua, kita per­lu menghindari ucapan yang mele­mahkan seperti, “Dasar kamu anak cengeng, selalu menyusahkan, senang bikin repot,” atau ancaman­-ancaman kosong seperti, “awas ya, nanti kalau Mama pergi tidak diajak lagi,” karena itu sama sekali tidak memberikan solusi untuk mengubah perilaku anak kita.

Catat baik-baik: Hindari ucapan yang melemahkan atau ancaman-ancaman kosong karena itu tidak akan mengubah perilaku anak.

Jika suatu saat ia mengulangi per­buatannya itu, jangan menyalahkan anak dan ulangi cara yang sama secara konsisten.

Bagaimanapun, ia adalah anak manusia yang baru berusia Balita dan masih harus banyak belajar. Bersabarlah, Ayah dan Bunda ....

Lalu, bagaimana kalau perilaku demikian dilakukan di muka umum? Saat jalan-jalan ke mall, misalnya?

Ayah dan Bunda yang baik, tak jarang orangtua merasa kesulitan mencari solusi ketika anaknya menangis, bahkan menjerit­jerit di pusat perbelanjaan karena keinginannya tidak terpenuhi. Mungkin karena tak enak dilihat atau didengar orang lain, pada akhirnya Ayah­Bunda mengalah dan mengabulkan keinginannya.

Biasanya orangtua akan berkata, “Ya sudah ... tapi kali ini saja ya …,” atau “Ya sudah, ambil satu saja ya!!”

Jika ini terjadi, anak akan belajar sebuah taktik untuk meraih apa yang menjadi keinginannya. Di kemudian hari, kalau keinginan­ nya ingin dikabulkan, mereka akan melakukan tindakan serupa. “Bravo!!

Sekarang saya tahu cara yang ampuh untuk menaklukkan hati Ayah dan Bunda.”

Sebenarnya, menjerit-­jerit adalah proses eskalasi setelah ia merasa gagal menggunakan tangisan sebagai alat memenuhi ke­ inginannya.

Awalnya, mungkin anak hanya rewel, lalu meningkat ke menangis, kemudian menjerit­jerit atau meraung­raung, hingga menarik­narik baju orangtuanya sampai robek, atau bahkan me­ rusak barang­barang yang ada di dekatnya.

Apalagi kalau Ayah dan Bunda tidak berhasil mencairkan suasana ketika anak baru di tahap awal, misalnya merengek, sehingga meningkat ke eskalasi menangis dan seterusnya.

Jadi, segeralah bertindak sebelum rewel berubah menjadi menangis, dan menangis berubah menjadi meraung, lalu merusak.

Namun, ada kalanya Ayah dan Bunda sedang terburu-­buru karena sesuatu alasan, sementara anak sudah telanjur menangis, bahkan meraung-­raung.

Bagaimana menyikapinya?

Berilah waktu sampai berapa lama mereka boleh menangis.

“Ayah kasih waktu sepuluh menit ya, untuk menangis ....” misalnya.

Saat menit kedelapan, kita ingatkan anak untuk diam. Semakin mendekati menit kesepuluh, berikan pressure time dengan menghitung detik.

Kita bisa katakan, “Sepuluh detik lagi ya ... kalau kamu nggak mau diam pada hitungan ke­10, Ayah akan tinggal …,”

dan mulailah menghitung dari angka 1, 2, 3, dan seterusnya hingga angka 10.

Biasanya konsep menghitung waktu ini cukup ampuh sehingga kalau dilakukan terus­-menerus, anak akan memahaminya.

Kemungkinan yang terjadi ketika Ayah dan Bunda menerapkan hal ini, anak akan menawar karena mereka tak mau kalah telak. Misalnya, anak meminta orangtua agar menghitung dengan suara pelan atau menghitung hingga 12. Tidak masalah. Selama tidak melanggar konsep, permintaannya itu masih bisa Anda penuhi.

Nah, kalau sudah selesai, Ayah­Bunda bisa mengajaknya ber­ pelukan sambil mengatakan bahwa ia anak baik. “Kamu hebat telah bisa mengendalikan emosi marahmu. Ayah percaya kamu anak baik, jadi pasti bisa mengendalikan emosi.” Selanjutnya, jangan pernah ungkit­ungkit lagi apa yang baru saja terjadi.

Jika cara ini sudah berhasil, orangtua biasanya dapat mengajar­ kan apa yang boleh dan tidak boleh, hanya dengan isyarat mata. Dengan mata, anak bisa tahu apakah orangtuanya suka atau tidak dengan apa yang ia lakukan. Ketika anak menatap mata ibunya dan tidak memberikan pandangan yang “berarti” maka anak akan menerjemahkan sebagai isyarat “boleh dilakukan”.

Tips lengkap ini dipetik dari buku AYAH BUNDA MENJAWAB 100 Persoalan Orang tua dan Anak yang jawabannya tidak ada di kamus manapun.

Jika ingin lebih lengkap lagi bisa baca bukunya saat ke Gramedia atau ke Gunung Agung. atau bisa juga dibeli secara on line via toko pedia atau ayah edy on line shopping.

Salamat mencoba semoga berhasil !!!

Kuncinya Sabar, Tegas dan Konsisten serta suami istri harus kompak.


Post a Comment

Konsultasi Bidan Kita

Previous Post Next Post