Bagaimana mengajarkan pubertas pada remaja?

Bagaimana mengajarkan pubertas pada remaja?




Ramadhan, putra pasangan Dewo dan Dewi telah menginjak usia remaja. Ia hampir berusia 13 dan telah duduk di bangku SMP. Dewi mulai ‘berbisik-bisik’ dengan suaminya.


“Pa, sepertinya Ramadhan sudah harus kita berikan edukasi seks.” “Hah? Edukasi seks bagaimana?” “Iya, dia kan sedang puber. Kita sudah perlu mengajarinya sex education.”

Dewo menggaruk-garuk kepala. “Rasanya dulu aku nggak pernah diajari begitu oleh orangtuaku.”


“Yaaa... zaman dulu dan sekarang kan berbeda, Pa. Tantangan anak zaman sekarang makin berat. Media dan peer presure juga sangat berpengaruh.” “Yang harus diajarkan apa saja, sih? Mama saja deh, yang mengajarinya.”

“Duuuh... Papa bagaimana sih?”


Jawaban Ayah Edy:

Ayah Bunda yang cerdas, Idealnya, pembagian tugas dalam edukasi seks adalah: Ayah mengajari anak laki-laki, bunda mengajari anak perempuan. Pendidikan seks bagi remaja seharusnya merupakan lanjutan dari pendidikan seks untuk anak usia dini.


Jika kita sudah memberikan edukasi seks pada anak sewaktu ia masih kecil, berarti sekarang tinggal melanjutkan saja. Namun jika belum pernah, berarti kita harus flashback, mulai lagi dari awal.


Yang penting diingat: Sebelum memberikan edukasi seks pada anak, orangtua harus belajar terlebih dahulu dan siap dengan rencana pembelajaran beserta alat-alat bantu buku tentang organ tubuh dan fungsi-fungsi reproduksi bergambar seperti buku kedokteran dengan gambar organ tubuh.


Ada dua poin penting yang perlu diketahui oleh remaja, yakni mengenai reproduksi dan ekspresi cinta kasih. Dalam menjelaskan tentang reproduksi, paparkan pada anak apa saja bagian-bagian organ reproduksi dan bagaimana organ itu berproses hingga akhirnya ‘matang’.

Ayah kemudian menjelaskan tentang mimpi basah pada anak laki-laki, sedangkan bunda menerangkan tentang menstruasi.


Usahakan mengarahkan penjelasan Anda pada sains reproduksi biologi kedokteran. Ketika berdiskusi dengan anak, siapkan buku-buku sains mengenai reproduksi di dekat Anda.

Jika dibutuhkan, kita tinggal menarik buku itu dan membukanya bersama anak. Bayangkanlah Anda dan anak adalah dosen dan mahasiswa kedokteran yang sedang berdiskusi tentang mata kuliah reproduksi.


Simple tapi hasilnya akan sangat baik sekali.
Tunjukkan pada anak bahwa reproduksi adalah hal alamiah yang tak hanya terjadi pada manusia, tapi juga pada makhluk hidup lain. Saya sendiri sedang mengajari putra saya mengenai proses penyerbukan dan pembuahan pada tumbuhan. Jadi diskusinya mengarah ke biologi.


Jika anak dibiasakan membahas seks dari sudut pandang sains, otak kirinya akan terlatih. Otak kiri memandang alat kelamin sebagai organ reproduksi.


Sementara otak kananlah yang memandangnya sebagai organ seksual. Karena itu latihlah otak kiri setahap demi setahap diperlukan oleh anak mulai usia dini, SMP hingga SMA. Kata kunci dalam edukasi seks adalah membimbing anak belajar merespons dengan otak kiri.


Otak kiri perlu dipandu, sementara otak kanan sudah dirancang secara otomatis oleh Tuhan untuk bekerja sendiri pada waktunya.

Selain soal reproduksi, Ayah Bunda juga perlu membahas tentang ekspresi cinta kasih pada remaja.


Pengajaran ekspresi cinta ini penting, agar anak kita tidak sembarangan mengekspresikan cintanya. Anak-anak yang mengekspresikan cinta kasih secara sembarang biasanya karena mereka tidak pernah dipandu dan diberi tahu pada siapa mereka boleh mengekspresikan cintanya.


Lalu, apa yang harus dijelaskan?

Jelaskan pada mereka, bagaimana ekspresi cinta kasih dipandang dari berbagai norma. Pertama, paparkan bagaimana ekspresi cinta menurut norma agama yang Anda anut.

Selanjutnya, bagaimana pula ekspresi cinta menurut budaya. Contohnya, berciuman bibir. 


Di negara-negara barat, berciuman di depan umum dianggap hal yang biasa. Sementara di Indonesia, berciuman di depan umum –bahkan bila dilakukan pasangan suami istri sekali pun—akan dipandang tidak senonoh, tidak sopan dan melanggar norma.


Contoh lain, dalam norma agama Islam misalnya, ekspresi cinta hanya boleh dilakukan suami-istri. Bahkan seorang muslim dilarang menyentuh lawan jenis yang bukan muhrim. Bagaimana pun, agama mengatur hal-hal ini adalah sebagai tindakan preventif.


Ajak anak membayangkan apa akibatnya bila mereka melanggar norma-norma ini. Bicarakan situasi terburuk yang mungkin terjadi. Misalnya bila ia kebablasan dan berhubungan intim saat masih duduk di bangku sekolah.


‘Kalau kamu berhubungan intim sebelum menikah, kemungkinan terburuknya kamu bisa hamil. Kalau kamu hamil sembilan bulan, sekolah pasti tidak mau menerima.

Akibatnya, kamu tidak bisa bersekolah, juga nggak bisa bebas gaul di mal dengan perut besar. Setelah bayinya lahir, kamu harus mengurus bayi dari pagi sampai pagi lagi. Begitu mau hang-out bersama teman, bayimu menangis minta disusui.


Pukul dua pagi sewaktu sedang enak tidur, eeeh.. bayimu menangis karena popoknya basah. Padahal kamu masih ngantuuuk... dan capek. Kira-kira, kamu siap nggak menjalani semua itu?’

Kapan orangtua sebaiknya mulai memberikan edukasi seks?


Bila kita dekat dengan anak, biasanya kita akan sensitif melihat apakah anak sudah menunjukkan gejala-gejala pubertas.

Normalnya, anak laki-laki akan puber pada usia 14, sedangkan perempuan 12 tahun. Namun dengan fenomena seks matang dini yang kini banyak terjadi, anak bisa jadi puber lebih awal. Misalnya, bila anak kelas 3 SD atau bahkan usia TK sudah mulai menyukai lawan jenis, berarti sudah waktunya bagi orangtua untuk memberikan edukasi seks secara bertahap dan lebih awal lagi.


dipetik dari buku ayah edy Menjawab Persoalan Orang Tua ABG dan REMAJA.



Post a Comment

Konsultasi Bidan Kita

Previous Post Next Post