Apakah Kejujuran Aib Masa Lalu Harus Disampaikan kepada Calon Suami?

Apakah Kejujuran Aib Masa Lalu Harus Disampaikan kepada Calon Suami?

Para ‘Ulama menjelaskan bahwa diantara tujuan utama Nikah adalah Mut’ah (kenikmatan), Khidmah (pelayanan), dan Injab (tidak mandul). Karenanya jika seorang istri menjumpai suaminya ternyata mandul atau suami mendapati istrinya mandul (dalam keadaan telah diketahui sebelumnya tapi tidak disampaikan) maka ini termasuk aib yang berpengaruh.

Atau suami baru tahu ternyata istrinya bisu dan tuli (dalam keadaan telah diketahui sebelumnya tapi tidak disampaikan) maka ini juga aib yang berpengaruh. Karena pasangan yang menyembunyikan kemandulannya telah sengaja menghilangkan salah satu tujuan nikah pada pasangannya, begitu pula pasangan yang menyembunyikan keadaan bisu dan tulinya pada pasangannya telah menghilangkan dua tujuan nikah, yakni mut’ah (kenikmatan) dan khidmah (pelayanan). Tapi kalau didapati kekurangan pasangan adalah bau mulut, atau bau badan, ini bukan termasuk aib yang berpengaruh, bisa diatasi. Begitupula virginitas, karena ia tidak menghilangkan mut’ah.

πŸ‘€ Syeikh Sholeh Al-Munajid menyampaikan:
“Terkhusus bagi seorang istri dan keluarga yang menutupi sebab hilangnya keperawanan, hal ini tidak menyalahi syari’at, karena Allah Ta’ala lebih menyukai orang yang merahasiakan aib dan akan memberikan balasan bagi siapa saja yang telah menutupi aib. Seorang istri tidak harus memberitahukan suaminya tentang hilangnya keperawanannya meskipun lenyapnya keperawanan tersebut karena terjatuh, atau karena haid yang berat atau karena perbuatan zina pernah ia alami dan telah bertaubat.”

Ulama Al-lajnah Ad-daaimah pernah ditanya tentang seorang muslimah yang dimasa kecilnya pernah mengalami kecelakaan hingga mengakibatkan hilangnya lapisan keperawanannya, dan dia pun telah melangsungkan akad nikah dengan suaminya akan tetapi belum melakukan hubungan suami-istri.

Manakah yang lebih utama dilakukan bagi muslimah ini, apakah dia harus memberitahukan suaminya kejadian tersebut sebelum berhubungan intim ataukah lebih baik dia merahasiakannya? Dan bagi muslimah yang belum melangsungkan pernikahan, apakah dia tetap merahasiakan perkara tersebut karena khawatir tersebar? Apakah perlu memberitahukan kepada lelaki yang datang meminang dan bertujuan menikahinya?

Para Ulama menjawab;
Secara syari’at tidaklah berdosa apabila pihak wanita merahasiakan hal tersebut. Namun, ketika suaminya menanyakan hal tersebut setelah berhubungan badan maka hendaklah dia menyampaikan yang sebenarnya. (Syekh Abdul Aziz Bin Baaz dan Syekh Abdur Razzaq ‘Afifi, Fatawa Al-Lajnah Ad-Daaimah, 5/19)

Walāhu a’lam, Wabillāhit taufiq

Post a Comment

Konsultasi Bidan Kita